Halaman

Selasa, 13 Desember 2011

Ayahku Sayang

AYAH
“Alhamdulillah, pagi ini begitu cerah” gumam ku dalam hati sambil membuka jendela kamarku. Kulangkahkan kakiku ke luar kamar menuju kamar mandi untuk mengambil air wudhu, dan segera menunaikan ibadah sholat shubuh berjamaah bersama ayah dan bundaku. Adik-adikku masih terlelap dalam tidurnya.
    Seusai sholat shubuh aku tak beranjak dari mushola untuk membantu bunda mengerjakan pekerjaan rumah, entah kenapa pagi ini aku enggan beraktivitas.
“Nida, kamu sudah besar, kamu anak pertama ayah. Kamu harus bisa menjaga dan mendidik adik-adikmu. Ayah tidak bisa sepenuhnya menemani bunda, kamu, dan adik-adikmu, ayah terlalu sibuk dengan pekerjaan ayah.” Nasehat ayah memecah kesunyian di ruangan tempat aku menunaikan sholat ini. Aku terdiam sejenak. Tumben ayah nasehatnya begini,  sebelumnya tidak pernah ayah berbicara seperti ini. Belum sempat aku berkata-kata untuk menanggapi nasehat ayah, ayah sudah beranjak keluar, meninggalkanku seorang diri di tempat ini. Aku tak mengerti dengan nasehat ayah. Selama ini aku memang sudah menjaga adik-adikku dengan baik. Apa sikapku terhadap adik-adikku kasar? Timbul pertanyaan-pertanyaan di benakku. Muncul rasa bersalahku terhadap ayah dan bunda, karena aku tidak bisa menjaga adik-adikku dengan baik.
#####
    Jam sudah menunjukkan pukul 09.10 pagi. Tidak seperti biasanya ayah belum berangkat kerja.
    “Tumben yah belum berangkat?” sapaku pada ayah yang sedang menyeruput kopi hangat kesukaannya. “Ini ayah mau berangkat”, sahut ayah sambil mengumbar senyumnya padaku. “Hari ini ayah mau menambah lahan lagi untuk ditanami sawit. Menurut bunda gimana?” ayah mengajak bunda untuk sedikit merundingkan masalah usaha beliau yang sedang berkembang. “Buat apa yah? Segitu saja sudah cukup. Jangan banyak-banyak, nanti malah keteteran. Tidak masalah lahan kita sedikit, yang penting hasilnya memuaskan.” Bunda tidak menyetujui dengan pendapat ayah. “Ayah hanya mau menambah 5 hektar saja. Kelak untuk masa depan Nida, Nisa, dan Nita. Meskipun Nisa dan Nita masih kecil, tapi kita harus memikirkannya mulai sekarang. Sebagai kepala keluarga, ayah ingin membahagiakan kalian”. Ayah memandang aku dan bunda yang sedang sibuk memasak. Aku berhenti dengan kesibukanku mencuci sayuran di keran. Aku mendekati ayah dan memandangi wajah teduhnya. “Ayah tidak
mau merepotkan kalian, cukup sampai disini saja ayah merepotkan kalian”, wajah ayah tampak pucat. Aku terdiam tak mengerti. “Ayah ini bicara apa? Kenapa ayah merasa direpotkan? Kita kan keluarga. Bunda berusaha untuk memberikan yang tebaik buat keluarga kita.” Sahut bunda tanpa memandang ayah. Karena bunda sedang sibuk masak. “Terima kasih bunda” ayah tersenyum pada bunda, dan bunda membalas senyuman ayah. Senangnya hatiku melihat pemandangan seperti ini. Ayah dan bunda adalah orang tua terbaik di dunia. Ayah dan bunda saling mencintai dan menyayangi. Aku pun ikut tersenyum pada ayah dan bundaku.
    “Ya sudah, ayah berangkat dulu ya,” ayah mengulurkan tangannya padaku, dan akupun mencium punggung tangan beliau. Aku kaget, ayah mencium kening ku? Jarang-jarang ayah begini. Tapi aku senang, ini tanda rasa sayang seorang ayah terhadap anaknya. Ayah juga melakukannya pada kedua adik-adikku. Bahkan ayah menciumi pipi kanan dan kirinya. Ayah begitu sayang kepada kami. Aku tersenyum bahagia. “Ayah pamit ya bunda?” ayah mengulurkan tangannya pada bunda. “Iya ayah. Ayah hati-hati di jalan.” Bunda tersenyum saat ayah mencium kening beliau. “Assalamu’alaikum” salam ayah sambil berjalan keluar rumah. “Wa’alaikumsalam” sahut aku dan bunda hampir bersamaan.
    “Ayah kenapa ya bunda, dari tadi pembicaraannya aneh-aneh, tidak seperti biasa. Sikap ayah juga. Jarang-jarang ayah mencium kening ku dan bunda saat berpamitan untuk pergi kerja?” tanyaku pada bunda dengan rasa heran. “Ayah itu lagi kangen sama kamu” jawab bunda dengan senyum. “Itu tandanya ayah sayang sama kamu Nida”. Aku hanya terdiam. “Sudahlah, ayok bantu bunda cuci piring”. Bunda membuyarkan lamunanku.
#####
    Sore ini aku nonton televisi sambil menemani adik-adikku bermain boneka. Bunda sedang sibuk baca majalah.
    “Kriiiiing, kriiiiiiing.....” telefon di rumah berdering. Siapa ya yang menelpon? Gumamku penasaran.
    “Astaghfirullah, di mana? Baik, saya akan segera ke sana” ibu menutup telefonnya. Kenpa bunda tampak sedih? Ada kabar apa? Aku belum beranjak dari depan televisi. Aku menunggu bunda membuka mulut untuk memberi tahuku, ada apa sebenarnya. “Nida, kamu di rumah ya, jaga adik-adikmu. Ibu mau ke rumah sakit. Ayahmu kecelakaan.” Ibu beranjak dan segera ke kamar untuk siap-siap pergi. “Innalillahi, semoga ayah baik-baik saja. Di mana ayah kecelakaan? Bagaimana keadaannya?” aku panik. Aku ingin sekali ikut bunda melihat keadaan ayah. “Nida tolong siapkan baju untuk ayah ganti.” Teriak bunda dari kamar, bunda sangat tergesa-gesa. “iya bunda”, sahutku sambil berjalan menuju kamar ayah dan bunda. Aku segera menyiapkan baju-baju ayah, dan aku masukkan dalam tas. “Ini bunda. Ayah kecelakaan di mana bun?” tanyaku pada bunda. “Bunda tadi tidak sempat tanya Nid, nanti saja kamu menyusul ke sana. Nanti biar bunda suruh pamanmu untuk menjemput
kamu dan adik-adikmu. Bunda berangkat dulu. Assalamu’alaikum.” Bunda langsung pergi keluar rumah. Dan taksi yang dipesan bunda sudah menunggu di depan. “Wa’alaikumsalam” jawabku dengan perasaan yang tidak enak. Entah kenapa perasaanku jadi begini, aku takut terjadi apa-apa dengan ayah. Semoga ayah baik-baik saja. Ya Allah, lindungilah ayahku, aku sangat menyayanginya. Pintaku pada Sang Khalik.
#####
    Seusai sholat maghrib aku langsung menuju kamar, untuk mengmbil handphone ku dan segera menelepon bunda. Lama tidak di angkat bunda, apa bunda sedang sholat ya?. Aku coba lagi. “Halo assalamu’alaikum” sapa seseorang di sebrang sana. Bukan suara bunda. “Wa’alaikumsalam” jawabku. “Lho bunda di mana? Ini siapa?” tanyaku penasaran. “Ini paman Angga Nid”. “Oh Paman. Bunda di mana paman? Tadi katanya aku di suruh nunggu paman menjemputku di rumah”. “Iya, sebentar lagi kita pulang bersama ayah juga” jawab paman terbata-bata. Aku heran, kenapa paman nada suaranya, seperti sedang menangis. “Ayah sudah boleh dibawa pulang? Alhamdulillah. Ayah baik-baik saja. Bunda mana paman?” Aku senang, ternyata ayah tidak rawat inap di rumah sakit. “Bunda ada. Tapi sedang sibuk mengurus administrasi. Kamu tunggu di rumah ya”. Belum sempat aku menjawab, telefon sudah di tutup paman. Kenapa dengan paman? Ah, yang penting ayah baik-baik saja,
gumamku senang.
    Aku duduk di shofa yang ada di ruang tamu, bersama kedua adikku. “Ayah sama Bunda belum datang ya kak?” tanya Nisa yang masih berumur 3 tahun. “Belum dek, sebentar lagi. Sabar ya”. Jawabku sambil mengelus-elus kepalanya. Nita hanya bermain dengan bonekanya di lantai.
    Terdengar suara mobil dari luar. Aku dan Nisa beranjak keluar dengan menggendong Nita, yang belum bisa berjalan. Aku heran, kenapa ada mobil ambulance dari rumah sakit? Kan paman sudah bawa mobil. Kenapa bunda menangis histeris? Paman dan bibi juga? Apa mungkin? Darah di tubuhku serasa berhenti. Detak jantungku berdetak begitu cepat. Aku segera menghampiri bunda. “Ayah mana bun?” tanyaku pada bunda. Bunda langsung memelukku dan kedua adik-adikku. Nita di minta bibi, dan bibi menggendongya. Seakan- akan bibi membiarkan bunda memelukku dengan leluasa. Nisa di gendong paman yang juga menangis dan tampak pucat. Bunda memelukku, dan tidak berbicara apa-apa. Yang terdengar hanya tangisan bunda yang begitu histeris. Aku serasa pingsan, dan tidak percaya ketika melihat beberapa petugas rumah sakit mengangkat sebuah keranda dari mobil ambulance dan di bawa masuk ke dalam rumah.
Tangisanku pecah seketika. Aku berlari ke dlam rumah dengan tangisanku yang begitu histeris. “Ayaaahh.... “ Ini tidak mungkin. Aku hanya mimpi. Ya Allah, apakah ini sudah takdirmu? Aku hanya bisa menangis di atas tubuh ayah. Bunda, paman, bibi serta adik-adikku menyusul ke dalam rumah. Aku tidak percaya, semua ini begitu cepat. “Bunda...” aku memeluk bunda dan menangis dipelukannya.
#####
    Seminggu telah berlalu. Suasana duka masih menyelimuti keluargaku. Bunda sudah ikhlas dengan kepergian ayah. Nisa dan Nita belum mengerti karena mereka masih kecil. Pada awalnya bunda juga tidak menyangka. Bunda hanya diberi kabar kalau ayah hanya kecelakaan. Bunda mengira ayah hanya kecelakaan biasa. Tapi ternyata, ayah memang kecelakaan, tapi meninggal seketika di tempat kecelakaan. “Ya Allah, begitu cepat kau ambil ayah dari kami. Terimalah semua amal kebaikan beliau.” Do’aku dalam hati.
    Kini aku mengerti semua perkataan ayah pagi itu, sebelum ayah pergi kerja. Ayah berbicara dan menasehatiku tidak seperti biasanya. Ternyata pagi itu ayah berpamitan padaku dan bunda. pagi itu juga, ayah memberiku ciuman terakhirnya. Ciuman di kening yang begitu hangat. Itu pertanda ayah berpamitan padaku, bunda, dan juga kedua adikku.
    Semua nya sudah kehendak Yang Maha Kuasa. Tak mungkin aku protes terhadap waktu. Hari-hari yang aku jalani, kini semuanya terasa sunyi. Walau hampa dan sunyi pasti ku hadapi ayah. Meski batu nisan memisahkan dunia kita, meski jarak membentang, itu semua bukan halangan, kau tetap seorang ayah yang aku cintai. I love u ayah. Semoga kau tenang di alam sana.^_^
#####


                   

Minggu, 11 Desember 2011

Makanan dan Minuman Pencetus Stres

Makanan yang masuk dalam tubuh tidak hanya berpengaruh untuk kesehatan fisik seseorang. Nutrisi pada makanan yang masuk dalam tubuh, ternyata dapat mempengaruhi psikologis seseorang. Jika Anda sering merasa stres, cobalah untuk memeriksa makanan apa yang Anda santap. Karena bisa jadi bukan masalah pekerjaan atau masalah di rumah yang membuat Anda stres, tetapi stres Anda disebabkan makanan yang dikonsumsi.
Makanan-makanan yang tinggi kadar garam dan lemak merupakan makanan pencetus stres. Penyebabnya karena makanan tersebut memacu produksi hormon stres yaitu hormon kartisol. Hormon tersebut akan menghambat kerja dari serotonin, yang berperan mempengaruhi mood atau suasana hati, karena sifatnya menenangkan dan mengontrol rasa gelisah. Efek lain dari kartisol adalah menyebabkan pelepasan hormon neuropeptide Y dan hormon galanin yang membuat seseorang ingin mengkonsumsi makanan berlemak dan makanan yang manis. Akibatnya, seseorang akan mengalami bad mood terus.
Makanan siap saji seperti nugget, bakso, sosis atau makanan kaleng olahan merupakan makanan yang dapat memicu stres karena pada makanan ini banyak mengandung garam dan lemak. Karbohidrat sederhana seperti roti atau mie dan lemak trans juga merupakan makanan penyebab stres.
Selain makanan, pilihan minuman yang dipilih juga dapat menyebabkan stres. Minuman keras dan beralkohol, kopi, serta minuman dengan kadar kafein tinggi tidak baik untuk mood Anda. Kurangi minum minuman tersebut agar tidak memicu stres Anda.
Kandungan vitamin B, omega 3, asam folat, magnesium dan vitamin C dapat menjadikan suatu makanan digolongkan sebagai makanan pereda stres. Pilih makanan yang mengandung antioksidan yang akan membantu melancarkan fungsi memori.
Alpukat, pisang, ikan tuna, ikan salmon, ikan sardin, susu, dan yoghurt banyak mengandung vitamin B. Sedangkan asam folat dapat diperoleh dari oatmeal, jeruk atau asparagus. Magnesium, yang dapat membantu Anda tidur pulas, banyak terdapat pada kacang almond, sayur bayam atau tofu yang akan membantu tubuh memproduksi dopamin. Sedangkan makanan dengan vitamin C dapat dengan lebih mudah ditemukan pada buah-buahan seperti jeruk, kiwi, jambu biji atau stroberi.
Untuk mendapatkan manfaat yang diinginkan, menu makanan Anda hendaknya dikombinasikan. Pada waktu jam makan, pilih makanan dengan kandungan protein, lemak sehat dan karbohidrat kompleks. Kombinasi yang baik akan membuat gula darah stabil dan mengurangi keinginan untuk makan cemilan.
Setelah mengetahui makanan pereda stres, perlu juga untuk mengetahui minuman yang mampu mengurangi stres. Cukup minum air putih, yaitu sebanyak 2 liter per hari atau menyeruput secangkir teh akan membantu menenangkan hati. Apalagi jika minum teh dengan keluarga dan dalam suasana yang menyenangkan, pasti akan menjauhkan Anda dari stres.
Setelah mengetahui makanan dapat memicu stres, maka kini pilihlah menu makanan dengan cerdas agar tidak mengganggu emosi Anda. Makan dengan tenang, perlahan, dinkmati sambil mnegucapkan terima kasih karena Anda masih dapat memperolah makanan yang sehat. Dengan demikian, makanan akan membantu Anda memperoleh ketenangan pikiran.