BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Agama merupakan aspek yang sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat
berbangsa dan bernegara. Agama
menjadi sangat penting ketika dianut oleh kelompok-kelompok social manusia yang
terkait dengan berbagai pemenuhan kebutuhan hidup manusia yang kompleks dalam
masyarakat.
Bagi para penganutnya agama berisikan ajaran-ajaran
mengenai kebenaran yang tertinggi dan mutlak mengenai eksistensi manusia dan
petunjuk-petunjuk untuk hidup bahagia di dunia dan akhirat. Agama sebagai system keyakinan dapat
menjadi bagian dan system inti dalam setiap kegiatan manusia karena agama dapat
menjadi pendorong penggerak dan pengontrol tindakan-tindakan yang terjadi pada
masyarakat.
Terkait dengan adanya konflik-konflik yang terjadi
pada masyarat,menimbul pemikiran baru dalam mengkaji agama. Banyak konflik-konflik yang terjadi di
Indonesia selain karena kemajemukan suku juga karena factor perbedaan agama. Sebagai jawaban atas adanya konflik ini
maka banyak para tokoh menyerukan adanya pluralisme.
Salah satu tokohnya
adalah M.Syafii Anwar, beliau mengapresiasikan perlunya usaha untuk menjaga
kerukunan hidup antar umat beragama untuk terwujudnya intregasi nasional
sebagaimana telah diletakkan oleh para pendiri bangsa. Yaitu
berupa pengembangan kesadaran para pemeluk agama dan akan pentingnya pluralism
positif dalam kehidupan beragama masyarakat Indonesia yang majemuk ini.
Pluralisme
sebetulnya telah lama masuk ke Indonesia dan beberapa Negara Islam lainnya.
Tapi akhir-akhir ini pikiran itu menjelma menjadi sebuah paham dan gerakan baru
yang kehadirannya serasa begitu mendadak, tiba-tiba dan mengejutkan. Ummat
Islam seperti mendapat kerja rumah baru dari luar rumahnya sendiri. Padahal
ummat Islam dari sejak dulu hingga kini telah biasa hidup ditengah kebhinekaan
atau pluralitas agama dan menerimanya sebagai realitas sosial. Piagam Madinah
dengan jelas sekali mengakomodir pluralitas agama saat itu dan para ulama telah
pula menjelaskan hukum-hukumnya. Oleh karena itu kami berusaha untuk mendalami masalah ini
terutama dalam konteks study Islam.
B.
RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah
dari makalah ini adalah :
1. Apakah
pluralisme
itu ?
2. Dari
manakah paham pluralisme
berasal ?
3. Bagaimanakah
pendapat-pendapat di kalangan tokoh atau umat islam tentang paham pluralisme ini ?
4. Bagaimanakah
solusi yang dapat dilakukan untuk menjaga kerukunan antar umat beragama ?
C.
TUJUAN PENULISAN
Penulisan makalah ini bertujuan
untuk :
1. Mengetahui
arti tentang paham pluralisme.
2. Mengetahui
akar dasar munculnya paham pluralisme.
3. Mengetahui
pendapat-pendapat para tokoh atau umat Islam tentang paham pluralisme ini.
4. Mengetahui
solusi yang dapat ditawarkan dalam rangka menjaga kerukunan antar umat beragama
terutama di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
PLURALISME
Pluralisme berasal dari kata
“plural” yang berarti kemajemukan atau keanekaragaman dan “isme” yang berarti
paham, jadi pluralism adalah paham kemajemukan. Dalam rangka membentuk masyarakat beragama yang rukun dan
damai, para ahli banyak menekankan tentang pluralisme. Paham ini menitik beratkan pada aspek persamaan, dimana semua agama itu sama.dalam
artian banyak jalan menuju surga.
Sebenarnya paham pluralism merupakan
paham yang sudah cukup lama. Paham
ini muncul bersamaan dengan modernisasi Negara-negara barat. Dengan kata lain paham ini pada awalnya muncul dari belahan dunia
barat,yakni Eropa. Dalam paham pluralisme agama yang berkembang di Barat
sendiri terdapat sekurang-kurangnya dua aliran yang berbeda: yaitu paham yang
dikenal dengan program teologi global (global theology) dan paham kesatuan
transenden agama-agama (Transcendent Unity of Religions). Kedua aliran ini
telah membangun gagasan, konsep dan prinsip masing-masing yang akhirnya menjadi
paham yang sistemik. Karena itu yang satu menyalahkan yang lain.
Munculnya kedua aliran diatas juga
disebabkan oleh dua motif yang berbeda, meskipun keduanya muncul di Barat dan
menjadi tumpuan perhatian masyarakat Barat. Bagi aliran pertama yang umumnya
diwarnai oleh kajian sosiologis motif terpentingnya adalah karena tuntutan
modernisasi dan globalisasi. Karena pentingnya agama di era globalisasi ini
maka hubungan globalisasi dan agama menjadi tema sentral dalam sosiologi agama.
Nampaknya agama dianggap sebagai kendala bagi program
globalisasi. Tidak aneh jika kini seminar tentang dialog antar agama, global
ethic, religious dialogue yang diadakan oleh World Council of Religions dan
lembaga lain sangat marak diseluruh dunia. Organisasi non pemerintah (NGO) di
dunia ketiga pun mendapat kucuran dana dengan mudah. Bukti bahwa Barat
berkepentingan dengan paham ini dapat dilihat dari tema yang diangkat jurnal
rintisan oleh Zwemmer The Muslim World pada edisi terkininya (volume 94
No.3, tahun 2004). Jurnal missionaris itu menurunkan tema pluralisme agama
dengan fokus dialog Islam Kristen. Sudah tentu disitu framework Barat sangat
dominan.
Berbeda dari motif aliran pertama yang diwarnai pendekatan
sosiologis, motif aliran kedua yang didominasi oleh pendekatan filosofis dan
teologis Barat justru kebalikan dari motif aliran pertama. Kalangan filosof dan
teolog justru menolak arus modernisasi dan globalisasi yang cenderung
mengetepikan agama itu dengan berusaha mempertahankan tradisi yang terdapat
dalam agama-agama itu. Yang pertama memakai pendekatan sosiologis, sedangkan
yang kedua memakai pendekatan religious filosofis.
Solusi yang ditawarkan kedua aliran inipun berbeda.
Berdasarkan motif sosiologis yang mengusung program globalisasi, aliran pertama
menawarkan konsep dunia yang tanpa batas geografis cultural, ideologis,
teologis, kepercayaan dan lain-lain. Artinya identitas kultural, kepercayaan
dan agama harus dilebur atau disesuaikan dengan zaman modern. Kelompok ini
yakin bahwa agama-agama itu berevolusi dan nanti akan saling mendekat yang pada
akhirnya tidak akan ada lagi perbedaan antara satu agama dengan lainnya.
Agama-agama itu kemudian akan melebur menjadi satu. Berdasarkan asumsi itu maka
John Hick, salah satu tokoh terpentingnya, segera memperkenalkan konsep
pluralisme agama dengan gagasannya yang ia sebut global theology. Selain Hick
diantara tokohnya yang terkenal adalah Wilfred Cantwell Smith, pendiri McGill
Islamic Studies. Tokoh-tokoh lain dapat dilihat dari karya Hick berjudul Problems of Religious Pluralism. Pada
halaman dedikasi buku ini John Hick menulis yang terjemahannya begini: Kepada
kawan-kawan yang merupakan nabi-nabi pluralisme agama dalam berbagai tradisi
mereka: Masau Abe dalam agama Buddha, Hasan Askari dalam Islam, Ramchandra
Gandhi dalam agama Hindu, Kushdeva Singh dalam agama Sikh, Wilfred Cantwell
Smith dalam agama Kristen dan Leo Trepp dalam agama Yahudi.
Solusi yang ditawarkan oleh aliran
kedua adalah pendekatan religious filosofis dan membela eksistensi agama-agama.
Bagi kelompok ini agama tidak bisa di rubah begitu saja dengan mengikuti zaman
globalisasi, zaman modern ataupun post-modern yang telah meminggirkan agama
itu.Kelompok ini lalu memperkenalkan pendekatan tradisional dan mengangkat
konsep-konsep yang diambil secara paralel dari tradisi agama-agama. Salah satu
konsep utama kelompok ini adalah konsep sophia perrenis atau dalam bahasa Hindu
disebut Sanata Dharma. Konsep ini mengandung pandangan bahwa di dalam setiap
agama terdapat tradisi-tradisi sakral yang perlu dihidupkan dan dipelihara
secara adil, tanpa menganggap salah satunya lebih superior dari pada yang lain.
Agama bagi aliran ini adalah bagaikan jalan-jalan yang mengantarkan ke puncak
yang sama.
B.
PENDAPAT-PENDAPAT
TOKOH MUSLIM
Berkenaan dengan
maraknya paham pluralism di Indonesia, banyak
para tokoh atau cendekiawan muslim, ada
yang setuju paham pluralism tersebut dan ada juga yang tidak setuju dengan
paham tersebut. Tentunya
dalam memutuskan hal tersebut didasarkan pada alasan-alasan yang tepat pula.
Sesungguhnya, berbeda dengan yang lain merupakan
sesuatu yang sangat di perlukan.Lebih lanjut Al-Qur’an mengajarkan kepada kita
untuk memberlakukan perbedaan dan pluralism dengan arif dan bijaksana agar
dapat mengenal dan belajar atas adanya perbedaan serta mampu mewujudkan
masyarakat beragama yang saling menghormati dam menghargai. Selain itu Al-Qur’an juga menganjurkan
untuk bermusyawarah agar dapat mewujudkan keadilan dan kepuasan bagi kehidupan
masyarakat.
Selain penjelasan di atas,para
pluralis muslim juga menjadikan pluralisme sebagai wadah atau cara dalam
mewujudkan persatuan umat beragama agar tidak timbul konflik antar umat
beragama. Hal
ini menjadi lebih jelas lagi ketika pluralism ditekankan dalam aspek
terwujudnya intregasi nasional dimana paham ini akan dianggap menjadi sangat
penting dan urgen sebagai factor pembentuk integrasi nasional.
Di sisi lain para cendekiawan muslim
melakukan analisis terhadap kasus pluralism ini. Dapat dinyatakan bahwa dalam pelaksanaan
paham ini terdapat permasalahan atau kesalahan yang terjadi. Kesalahan yang terjadi adalah ketika
menganggap realitas kemajemukan agama-agama dan paham pluralism agama sebagai
sama saja dengan kata lain bahwasanya perbedaan yang ada dimaknai sebagai
desain ilahi dan kebijakan social sehingga memunculkan sifat inklusif dan
apresiatif.Dan hal yang parah adalah pluralism agama dianggap sebagai relitas dan sunnatuLllah,padahal
keduanya berbeda.
Pertama, Pluralitas agama adalah kondisi dimana
berbagai macam agama terwujud secara bersamaan dalam suatu masyarakat atau
Negara.
Kedua, Pluralisme
agama adalah suatu paham yang menjadi tema penting dalam disiplin sosiologi, teologi dan teologi agama yang
berkembang di barat.
Perlu kita ketahui bahwasanya Islam
memandang adanya pluralitas agama adalah dengan mengakui adanya perbedaan dan
identitas agama masing-masing.hal ini sesuai dengan Surat Al-Kafirun yang
diturunkan Allah SWT dalam rangka menjaga kemurnian Islam.
C.
SOLUSI
Agama turun
bukan di ruang hampa,melainkan untuk menjadi pegangan bagi setiap penganutnya. Penganut agam sebagai manusia tentu
sarat dengan konteks,baik konteks waktu,konteks tempat,konteks masalah,konteks
tuntutan dan sejenisnya. Konsekuensi
agama pun penuh dengan konteks,penuh dengan historisitas, seseuai dengan konteks umat penerima
agama,baik gari sisi ajaran maupun sarana atau cara untuk menyampaikan ajaran
agama tersebut. Jadi, isi atau cara menyampaikan ajaran agama sangat
tergantung pada konteks penganut agama
tersebut.
Pengaruh historisitas maupun konteks
penganut agama sangatlah besar. Hal ini terjadi di tanah Arab. Hal ini dapat dibuktikan seluruh isi
Al-Qur’an dan Al-Hadits merupakan jawaban atas persoalan-persoalan masyarakat
Arab di masa itu.Boleh jadi ajaran Islam tidaklah seperti yang kita kenal
sekarang kalau Nabi Muhammad SAW tidak hidup di tanah Arab.
Selain
itu pengaruh historisitas atau konteks penganut juga terjadi dimasa
sekarang.yaitu ketika dituntut masalah perbedaan agama dan tuntutan terwujudnya
integrasi nasional. Sehingga
timbulah pemikiran-pemikiran untuk mengembangkan pluralism agama. Bagaimanapun
juga dibalik segala iming-imingan yang menjanjikan dari paham tersebut ternyata
di dalam pelaksanaannya terdapat berbagai kelemahan maupun kesalahannya. Hal
ini tentunya berakibat pada pendangkalan iman dan kerancuan.
Oleh
karena itu dalam menyikapi perbedaan yang ada serta dalam upaya mewujudkan
masyarakat lintas agama yang rukun dan damai,adalah dengan melakukan dialog
antar pemeluk agama secara terus menerus. Dengan cara ini ajaran
dai masing-masing agama akan didengar dan bersumber dari pemeluk yang
bersangkutan,bukan menurut pandangan orang lain.Dapat disebut misi Smith
mendirikan Islamic studies di McGill Montreal,Kanada adalah untuk tujuan
ini.Yakni agar ada media bagi masing-masing pemeluk agama untuk berdialog
dengan pemeluk agama lain.Sebab salah satu masalah timbulnya ketegangan dan
konflik antar pemeluk agam adalah Karena terjadi mis atau salah paham antar pemeluk agama. Boleh jadi mis terjadi karena kurang
paham, atau boleh jadi disengaja oleh pihak
tertentu dan untuk tujuan tertentu.
Cara lain adalah dengan menulis
buku, artikel dan sejenisnya.Sebab dengan menulis tulisan ini apada hakekatnya
kita sedang melakuan dialog. Karena
itu semaki banyak buku yang membahas tentang masalah pluralitas, maka semakin banyak pula kesempatan bagi
kta untuk melakukan dialog dengan umat agama yang lain,sehingga dengan itu akan
memberikan pencerahan bagi penganut agama tertentu terhadapa agama yang lain.
Perlu dicantumkan bahwa di dalam
Al-Qur’an,ada 3 sikap terhadap non muslim,yaitu:
1. Positif, kita sebagai umat islam harus bersikap
positif dan juda memandang umat agama lain juga secara positif,hal ini sangat
menekankan pada toleransi agama dan juga saling tolong menolong
2. Netral, yaitu sebagai umat Islam kita harus
memandang sama antar umat beragama,dalam ruang lingkup asas kemanusiaan. Selain itu kita kita tidak boleh menjadi
orang yang menyombongkan diri dan berlaku tidak adil.
3. Negative, yaitu sebagai umat islam kita harus
tegas untuk menolak segala hal yang bertentangan dengan akidah agama, walaupun itu adalah hal yang baik
menurut umat agama yang lain. Selain
itu umat Islam juga harus tegas dalam menyikapi kezhaliman yang dilakukan umat
agama lain.
Dalam
upaya memberikan pemahaman agama perlu
pengkajian dan kesadaran akan adanya tingkatan atau level-level dalam
agama, yakni level teologi.level norma,level
prinsip dasar (core values), level
penafsiran / hasil ijtihad (interpretation) dan level manifestasi (praktek)
yang sangat terikat dengan budaya (cultural
manifestation)
BAB
III
KESIMPULAN
Dari makalah yang kami tulis dapat
disimpulkan bahwa perkembangan pluralism khususnya di Indonesia ternyata
terdapat berbagai kesalahan yaitu menganggap realitas kemajemukan agama-agama
dan paham pluralism agama sebagai sama saja dan bahkan menganggap pluralism
adalah realitas dan sunnatuLlah, dengan
adanya hal ini tentunya akan berakibat fatal bagi umat islam itu sendiri karena
hal ini akan mendangkalkan iman seseorang. berkenaan
dengan itu sebagai solusi atas pluralism guna menciptakan kerukunan dan
kedamaian antar umat beragama maka terdapat berbagai upaya dalam mewujudkan hal
tersebut yaitu dengan melaksanakan dialog dan menulis buku tentang agama karena
kedua hal itu akan meminimalisir terjadinya “mis” diantara umat beragama.
REFERENSI
Nasution, khoirudin. 2009. Pengantar
Study Islam.
Yogyakarta: ACAdeMIa+ TAZZAFA
Nashir, Haedar.
1999. Agama dan Krisis Kemanusiaan Modern.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar